Wikipedia

Hasil penelusuran

Awal sebuah harapan

Dengan Pendidikan, Sebuah Harapan Akan Selalu Ada.

Sebuah langkah kecil

Sebuah langkah kecil yang akan mampu merubah sebuah bangsa.

Untuk sebuah tujuan mulia

Indonesia Jaya...!!!!!!!.

Rabu, 24 September 2014

Mendesaknya Reformasi Agraria



Belakangan Indonesia merupakan salah satu Negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di Dunia, alih – alih persoalan kesejahteraan dan pengangguran  dapat teratasi justru yang terjadi sebuah jurang kesenjangan pendapatan yang semakin menganga ( indeks gini 0,41). Jika dipilah satu per satu, sektor penompang pertumbuhan ekonomi Nasional sebagian besar ditopang oleh sektor jasa (tersier) yang tergolong sektor padat modal yang moncer meninggalkan sektor lainya. Sektor  pertanian (primer) dan sektor industri (sekunder) yang merupakan sektor padat karya justru terpuruk.
Dalam teori pertumbuhan ekonomi W.W. Rostow disebutkan, perekonomian dimulai dari perekonomian  tradisional, selanjutnya ke perekonomian transisi dan akhirnya ke perekonomian matang. Hal tersebut dapat diartikan bahwa fondasi dari perekonomian merupakan sektor tradisional atau pertanian selanjutnya menuju ke sektor transisi yang dapat diartikan sebagai sektor industri atau manufaktur dan akhirnya menuju perekonomian yang matang yang sudah bergantung pada sektor jasa. Namun yang terjadi di Indonesia justru lompatan dari sektor pertanian dan industri yang masih rapuh menuju sektor jasa yang notabene merupakan sektor padat modal. Akibatnya, banyak tenaga kerja produktif di Indonesia yang tidak terserap pasar kerja dan pengangguran semakin meningkat dan kesenjangan pendapatan semakin lebar.
Terpuruknya sektor pertanian
Salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat adalah terpuruknya sektor pertanian. Dalam sepuluh tahun terakhir, rata – rata sektor pertanian hanya tumbuh sebesar 3 persen per tahun jauh dibawah pertumbuhan ekonomi Nasional yang berada pada kisaran angka 6 persen per tahun, bandingkan dengan pertumbuhan sektor tersier seperti jasa dan keuangan yang tumbuh sampai 7-8 persen pertahun. Hal tersebut sungguh ironis mengingat hampir separuh penduduk Indonesia hidup pada sektor pertanian. Akibatnya banyak rumah tangga tani yang hidup dibawah garis kemiskinan. Berdasarkan sensus pertanian tahun 2013 sebanyak 26,14 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan sebesar 0,89 ha jauh di bawah standar skala ekonomi minimal yaitu sebesar 2 ha.  Banyaknya jumlah rumah tangga tani yang menggantungkan hidup dengan lahan dibawah standar skala ekonomi salah satunya dipengaruhi oleh banyaknya alih fungsi lahan pertanian. Selama 10 tahun terakhir, jumlah lahan pertanian di Indonesia susut sebesar 600.000 ha.  Penyusutan lahan pertanian yang terjadi di Indonesia sayangnya tidak sejalan dengan transformasi tenaga kerja pertanian ke sektor industri atau manufaktur. Hal ini ditunjukan pengukuran sepanjang tahun 1955-2002 yang menunjukan bahwa dari setiap 1 persen penurunan lahan pertanian, Indonesia hanya mampu menurunkan ketergantungan sumber lapangan kerja dari sektor pertanian sebesar 0,43 persen. Akibatnya,  banyak tenaga kerja yang berasal dari sektor pertanian pedesaan melakukan urbanisasi dan masuk ke sektor informal. Selain hal diatas, ketimpangan dalam hal kepemilikan lahan juga terjadi. Pengukuran rasio gini dalam kepemilikan lahan di Indonesia menunjukan disparitas yang nyaris sempurna yaitu sebesar 0,7 persen. Selain itu data dari BPN menyebutkan, sebesar 56 persen aset yang berupa tanah, lahan perkebunan dan properti hanya dikuasai oleh 0,2 persen penduduk Indonesia. Ketimpangan dalam hal kepemilikan lahan di Indonesia ini menunjukan bahwa dampak dari liberalisasi pertanian yang semakin mengkhawatirkan. Kebijakan – kebijakan pemerintah yang pro petani seperti redistribusi lahan kurang begitu diperhatikan. Akibatnya sektor pertanian semakin terpuruk dan dampaknya sangat terasa sampai saat ini.
Reformasi agraria
Salah satu cara yang paling efektif dalam mengatasi permasalahan pertanian di Indonesia saat ini yaitu dengan reformasi agraria. Di saat terpuruknya sektor pertanian saat ini, reformasi agraria menjadi hal yang sangat urgen untuk dilakukan. Reformasi agraria dalam arti sempit dapat diartikan sebagai redistribusi ulang lahan pertanian atas dukungan penuh dari pemerintah. Selain itu, reformasi agraria juga mencakup kebijakan dalam bidang kredit, pelatihan dan penyuluhan, penyatuan tanah dll. Cousins (2007) menyebutkan, reformasi agraria juga mencakup beberapa hal antara lain kepastian penguasaan lahan bagi buruh tani dan buruh penyewa yang dapat membuat para penyewa ini mempunyai prospek yang lebih baik, layanan infrastruktur dan pendukungnya serta partisipasi masyarakat dalam penetapan keputusan – keputusan pemerintah di wilayah pedesaan. Dalam sejarah Indonesia, kebijakan reformasi agraria pernah dikeluarkan oleh Bung Karno dengan dikeluarkannya UU Pokok Agraria No.5 Tahun 1960. Bung Karno mengeluarkan UU tersebut untuk menggati produk perundang – undangan peninggalan kolonial Belanda yaitu Agraische Wet dalam Staatsblad Tahun 1870 No.55. Menurut catatan penulis, UU Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 merupakan UU yang paling pro terhadap petani kecil dalam sejarah Indonesia. Namun dalam perkembangannya, dikarenakan dinamika politik dan ekonomi yang luar biasa waktu itu membuat UU tersebut tidak ada tindak lanjut sama sekali sampai akhirnya orde lama runtuh dan digantikan oleh rezim orde baru. Dan sampai saat ini pun penerpan reformasi agraria yang komprehensif di Indonesia belum benar – benar dilakukan.
Dengan penerapan reformasi agraria yang terencana secara matang dan dukungan penuh dari pemerintah, dapat menjadi jalan keluar dalam carut marutnya pengelolaan sektor pertanian saat ini. Komitmen kuat dari pemerintah serta keberanian dalam meng eksekusi program merupakan kunci dalam suksesnya reformasi agraria. Semoga pemerintahan yang baru kelak dapat dengan jitu melihat permasalahan sektor pertanian yang terjadi di Indonesia saat ini serta mempunyai komitmen dan kerja nyata dalam mengatasinya.  (diposting di Kompasiana pada 3 Juni 2014)