Beberapa hari yang lalu seorang teman mengirimkan sebuah materi hasil sebuah
seminar yang dia ikuti. Artikel tersebut membahas mengenai sebuah tema yang
benar – baru untuk saya, yaitu tentang fikih Kebinekaan. Setelah saya tanya
lebih lanjut ternyata artikel tersebut didapatkan dari sebuah seminar yang juga
mengangkat tema yang sama yaitu fikih kebinekaan. Seminar tersebut diadakan
oleh Ma`arif Institute dengan judul fikih dan tantangan kepemimpinan dalam
masyarakat majemuk dengan
narasumber antara lain pendiri Ma`arif Institute buya Syafi`I Ma`arif dan
Menteri Agama Ri Lukman Hakim S.
Rupanya fikih kebinekaan merupakan sebuah usulan dari Ma`arif institute yang
mempunyai arti
kurang lebih ilmu fikih yang mengadaptasi kearifan lokal, sistem budaya dan
nilai – nilai masyarakat yang majemuk dalam suku, agama dan ras. Ilmu fikih ini
bisa dikatakan fikih khas indonesia yang mempunyai misi membangun persatuan dan
kesatuan bangsa yang tersusun dari berbagai kemajemukan ini. Jika kita lihat lebih jauh, fikih jenis memang
benar – benar baru karena fikih ini merupakan ilmu fikih khas Indonesia, Negara
yang sarat dengan kemajemukan. Ilmu fikih dewasa ini seolah olah hanya sebatas
pada hukum – hukum atau aturan – aturan yang memuat hubungan manusia dengan
tuhan dan ilmu fikih yang mengatur hubungan antar sesama manusia cenderung
dilupakan. Padahal dalam masyarakat yang sangat heterogen baik suku, agama dan
kebudayaan seperti Indonesia ini sangat memerlukan sekali sebuah ilmu fikih
yang mengatur hubungan horizontal, hubungan sosial dalam sebuah kebinekaan.
Indonesia dengan berbagai keragaman yang ada di
dalamnya sangat rawan dengan terjadinya konflik horizontal mengingat hal
tersebut, fikih kebinekaan akan sangat berguna dalam mengatasi masalah yang ada
di dalam masyarakat kita ini. Kenapa fikih, karena ilmu fikih sudah sekian lama
dipercaya oleh masyarakat sebagai sebuah aturan yang mengatur kehidupan. Penerapan
ilmu fikih model baru yang diusulkan oleh Ma`arif Institute tersebut bisa
menjadi sebuah peluang untuk menciptakan sebuah aturan yang dapat diterima masyarakat
yang sangat heterogen seperti Indonesia ini.
Mengutip perkataan Buya Syafi`I Maarif di akhir
seminar tersebut : Umat islam tidak perlu ditambah, kita butuh kualitas bukan
kuantitas. Dari segi kuantitas umat islam sekarang memiliki kecenderungan
selalu bertambah, namun dari segi kualitas dapat disimpulkan bahwa justru
sangat merosot. Harapan untuk menjalin persatuan dan kesatuan umat masih jauh
dari kenyataan, ego dan kepentingan masing – masing golongan masih sangat
kental mewarnai kehidupan umat muslim. Semoga usulan Ma`arif Institute mengenai
fikih kebinekaan tersebut dapat diterima dan berjalan dengan baik, karena
diakui atau tidak, rakyat Indonesia sekarang sudah sangat merindukan sebuah
tatanan an masyarakat yang benar – benar beradab secara komprehensif baik di
bidang sosial, ekonomi, politik, hukum, kebudayaan, agama .