Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 16 Juli 2016

Mengambalikan Pendidikan Kepada Masyarakat

Setelah 69 tahun merdeka dunia pendidikan kita seolah masih jauh dari harapan. Pegangan pokok pendidikan Nasional seolah masih abu – abu dan kebijakan – kebijakan masih terkesan tumpang tindih. Puluhan tahun sistem pembelajaran di Indonesia terjebak dalam sistem pmbelajaran yang dapat dikatakan anti realitas.  Dari segi kuantitas sudah banyak anak – anak Indonesia yang mengeyam bangku pendidikan, sudah banyak pula beridri berbagai universitas yang mengajarkan berbagai bidang ilmu namun jika dilihat dari sisi kualitas , keadaan nya masih jauh dari harapan. Fakta menunjukan banyak potensi – potensi yang masih belum tergarap oleh tangan – tangan anak bangsa sehingga hal yang seharusnya menjadi kekuatan bangsa ini justru berbalik menjadi masalah yang membebani pemerintah. Ambil contoh bidang pertanian, jutaan hektar lahan pertanian di Indonesia merupakan aset yang sangat bernilai. Jutaan petani menggantungkan hidupnya dari lahan pertanian, namun karena kurangnya tangan – tangan ahli yang mengelola lahan – lahan pertanian tersebut membuat bidang pertanian tidak berkembang dan justru keadaannya semakin lama semakin memprihatinkan. Demikian pula dengan sektor UMKM, sektor yang merupakan andalan dalam perekonomian masih banyak yang belum tergarap baik. Banyak anak – anak muda yang enggan terjun menjadi enterpreneur sehingga sektor ini belum berkembang secara maksimal.
Jika ditarik mundur sebenarnya sudah banyak sekali berdiri fakultas pertanian di berbagai universitas, dan pelajaran pendidikan ekonomi juga sudah mulai dipelajari sejak sekolah menengah, namun kenapa sektor peranian dan UMKM masih belum berkembang? Jawabananya adalah karena sistem pembelajaran di sekolah – sekolah kita yang anti realitas. Selama ini guru atau dosen mengajarkan kepada anak didiknya berupa teori – teori yang berkaitan dengan bidang ilmu yang dipelajari. Anak didik dipaksa menghafalkan teori – teori tanpa berusaha mengaitkan dengan realitas kehidupan nyata yang terjadi sekarang. Anak didik kurang diberikan arahan untuk belajar dari kehidupan nyata sehingga mereka hanya pintar menghafalkan teori – teori  usang yang sebagian besar sudah tidak relevan untuk diterapkan. Teori teori khususnya dalam ilmu – ilmu sosial terlahir dari realitas yang terjadi kemudian diabstraksi oleh ilmuwan sehingga melahirkan teori yang sesuai dengan zamannya. Jadi teori khusunya teori ilmu sosial merupakan sesuatu hal yang dinamis dan selalu mengikuti perkembangan sosial yang terjadi pada waktu itu. Jika anak didik dalam pembelajaran hanya didesain untuk menghafalkan teori akibatnya setelah mereka lulus akan mengalami suatu kejutan dengan tidak sesuainya kehidupan nyata yang ada dihadapannya dengan berbagai macam teori yang selama ini mereka pelajari. Akibatnya banyak lulusan sekolah menengah atas maupun perguruan tinggi yang tidak bisa berbuat apa – apa, tidak bisa mengaplikasikan teori – teori yang selama ini mereka hafalkan dan akhirnya hanya menjadi penonton dalam ketatnya persaingan di dunia nyata.
Ada dua faktor yang menyebabkan sebuah pembelajaran yang anti realitas di sekolah – sekolah. Pertama adalah faktor guru. Guru merupakan faktor kunci dalam setiap pembelajaran di sekolah, walaupun sekarang sudah didengung – dengungkan pemblelajaran yang berpusat pada siswa namun peran guru masih sangat penting dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Guru seharusnya diisi oleh manusia – manusia yang luhur yang benar – benar mengabdikan dirinya untuk kemajuan anak didik mereka. Tugas guru yang sebenarnya bukanlah sekedar mengisi otak – otak siswa dengan pengetahuan yang dia ajarkan, namun tugas guru yang sesungguhnya adalah membangun pengetahuan dalam diri siswa sesuai dengan karakteristik, minat dan bakat yang ada dalam diri siswa. Pengetahuan yang guru ajarkan kepada anak didik belum tentu sesuai dengan apa yang menjadi minat dan bakat mereka, belum tentu mampu menjawab persoalan – persoalan yang mereka hadapi, maka yang paling bijak adalah menggunakan prisnsip kontruktivistik guna menciptakan sebuah pengetahuan yang benar – benar sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, sesuai dengan apa yang mereka minati. Tidak ada obat yang cocok untuk semua penyakit, dan tidak ada solusi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan semua masalah, begitu pula dengan pengetahuan, semua harus diajarkan dan dikembangkan sesuai dengan apa kebutuhan anak didik.
Kedua adalah faktor sistem pendidikan yang ada saat ini. Faktor sistem pendidikan saat ini masih cenderung bersifat sentralistik. Sentralistik artinya segala macam keperluan mengenai materi – materi pelajaran sudah ditentukan oleh pusat yang dimanifestasikan dalam sebuah kurikulum dan pemaksaan satu bentuk ujian akhir berupa ujian nasional. Karena praktek sentralisasi tersebut telah mematikan berbagai jenis inovasi pendidikan dan menghasilkan manusia – manusia indonesia yang tanpa inisiatif dan generasi muda yang Indonesia yang mempunyai watak pegawai negeri yang tidak berinisiatif dan hanya bergerak karena petunjuk dari atasan (HAAR Tilaar, 2009). Disadari atau tidak minimnya inovasi dan daya kreativitas masyarakat kita merupakan hasil dari produk sebuah sistem pendidikan yang yang bersifat sentralistik. Warisan rezim orde baru yang terlalu lama berkuasa membuat sentralistik sudah terlanjur mendarah daging dalam setian aturan pemerintah termasuk di dalam dunia pendidikan. Masyarakat kita yang beraneka ragam etnis, budaya, kepercayaan, dsb sudah bisa dipastikan tidak akan bisa diakomodir dengan sebuah sistem yang (dianggap) mampu untuk diterapkan pada seluruh masyarakat Indonesia. Keseragaman bukanlah solusi, keseragaman bukanlah segalanya, namun persatuan di atas sebuah kebinekaan merupakan cara yang paling tepat guna mengembangkan masyarakat Indonesia ini.
Untuk mengahdapi tantangan dunia yang semakin berat dan kompleks sudah dipastikan banyak membutuhkan manusia – manusia yang kreatif dan inovatif di bidang masing – masing. Manusia yang mampu mengembangkan potensi – potensi yang ada di Negara ini. Dengan kemampuan tersebut Indonesia akan menjadi negara yang mampu berdaulat penuh di segala bidang. Negara yang sejak dahulu terkenal dengan hasil dari bidang agraris harus mampu mengembalikan predikat tersebut. Impor beras, bawang merah, jagung, kedelai dsb tidak perlu terjadi jika pembenahan dalam berbagai bidang khususnya pendidikan segera dilakukan.  Pembangunan manusia yang berbasis dengan minat dan potensi lokal akan mampu menghasilkan manusia – manusia yang mampu mengembangkan potensi daerah sehingga potensi – potensi di daerah dapat dimanfaatkan secara maksimal.

0 komentar:

Posting Komentar