Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 06 September 2016

Memaknai Kembali Tujuan Pembangunan

          Pidato kenegaraan Presiden selama kurang lebih 30 menit dihadapan DPR dan DPD dalam sidang paripurna 16 Agustus 2016 yang berlangsung yang lalu, Presiden menekankan pidatonya pada pentingnya pembangunan yang harus dilakukan di Indonesia. dalam pidato tersebut, Presiden menyebut kata pembangunan sebanyak 43 kali dan merupakan kata terbanyak yang disebutkan dalam pidato tersebut. Menjadi menarik untuk dikaji tentang makna pembangunan yang dimaksud Presiden Jokowi dalam pidato tersebut. Sebelumnya, mari kita melihat sejarah dari istilah pembangunan (development) yang beberapa dekade belakangan menjadi semacam resep ampuh untuk mengatasi permasalahan yang muncul di negara dunia ketiga. 
           Gagasan tentang pembangunan dimulai pasca perang dunia kedua tepatnya sekitar tanggal 20 Januari 1949, yakni ketika Presiden Amerika Serikat Harry S Truman untuk pertama kalinya memperkenalkan kebijakan pemerintah Amerika Serikat, yakni dengan memunculkan istilah keterbelakangan (underdevelopment). Inilah saat pertama diskursus pembangunan secara resmi diluncurkan, yakni dalam kaitan dan konteks perang dingin. Maksud dari kebijakan ini yaitu dalam rangka membendung pengaruh komunisme dan sosialisme di negara – negara dunia ketiga (Lummis, 1991). Dimulai dari saat itu dalam rangka menyebarluaskan gagasan pembangunan ke negara – negara dunia ketiga, ahli – ahli ilmu sosial pada dekade 1950 – 1960an mulai mengkaji dan menyempurnakan diskursus resmi tentang pembangunan yang kemudian ditransfer dan disebarluaskan ke negara – negara dunia ketiga.
         Dalam perkembangannya, pembangunan mulai diterapkan ke negara – negera dunia ketiga (termasuk Indonesia pada masa orde baru) dengan menanamkan nilai – nilai pembangunan yang telah dirumuskan oleh ahli – ahli ilmu sosial barat. Pembangunan menunjukan dampak yang berbeda tergantung pada konsep dan lensa pembangunan yang digunakan. Namun kebanyakan konsep pembangunan yang diterapkan ke negara dunia ketiga (termasuk Indonesia) menerapkan konsep pembangunan model barat yang dipahami sebagai proses tahap demi tahap menuju modernitas. Modernitas itu sendiri dipahami sebagai sebuah kemajuan yang tercermin dalam kemajuan teknologi dan industri seperti yang terjadi di dunia barat. Modernisasi dan pembangunan selanjutnya menjadi sebuah sinonim yang mempunyai kerangka teoritis dan ideologis dasar yang sama (Fakih, 2008). Selanjutnya asumsi dasar dari pembangunan disamakan dengan asumsi dasar modernitas yaitu sebuah perkembangan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. 
         Bermula dari titik itulah pembangunan yang selama ini kita rasakan sejak era orde baru manyisakan sebuah penyakit yang tidak kalah kronisnya dengan keadaan sebelum pembangunan itu dilakukan. Program pembangunan yang diterapkan cenderung bersifat dari atas kebawah (top-bottom) dan rakyat yang seharusnya sebagai penikmat pembangunan justru hanya menjadi obyek dari pembangunan sehingga manfaat yang didapatkan cenderung hanya dinikmati oleh segelintir orang yang memang mampu bertahan dan beradaptasi dengan model pembangunan yang digunakan. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai keanekaragaman budaya serta kearifan lokal yang berbeda – beda “dipaksa” untuk seragamdan berubah menuju sebuah masyarakat yang modern seperti a la barat. Akibatnya tidak sedikit masyarakat lokal yang justru menjadi korban dari program pembangunan yang dilakukan selama ini. Contoh nyata dari dampak pembangunan dapat kita lihat secara kasat mata, indeks gini yang semakin melebar, angka kemiskinan absolut yang semakin tinggi, masyarakat periferi atau masyarakat pinggiran yang cenderung hanya menikmati dari sisa – sisa manfaat pembangunan, masyarakat yang semakin tercerabut dari akar budayanya, dan masih banyak lagi kita jumpai masyarakat yang seakan menjadi korban dari ideologi pembangunan tersebut.
           Sekarang kembali ke pembangunan yang disebut sampai 43 kali dalam pidato Presiden Jokowi 16 Agustus 2016 yang lalu. Jika dilihat dari pidato tersebut, konteks pendekatan pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah sedikit berbeda dengan pembangunan yang diterapkan era orde baru. Dalam pidato tesebut, Presiden menekankan pembangunan dalam bidang insfrakstruktur dan pembangunan di daerah. Konteks pembangunan yang bisa kita tangkap secara garis besar adalah pembangunan sarana prasarana yang berkaitan tentang konektivitas antar wilayah. Dari pidato tersebut konteks pembangunan dapat kita bagi menjadi dua macam yaitu pembangunan fisik dan pembangunan sosial. Pemerintah sepertinya ingin menyelelaraskan dua pembangunan yang selama ini cenderung kurang berjalan beriringan. Pembangunan fisik yang kuat berupa insfrakstruktur jalan, bendungan dan sebagaimana tidak akan berarti apa – apa jika tidak diimbangi dengan pembangunan dalam bidang sosial berupa peningkatan kualitas hdup masyarakat bawah terutama pembangunan yang menyentuh sektor utama yaitu kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial. Pembangunan dalam bidang itu oleh pemerintah termanifestasi dalam program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan program – program berupa bantuan langsung lainnya kepada masyarakat kelas bawah.
            Program pembangunan tersebut memang agaknya mempunyai perbedaan pola dan pendekatan dengan pembangunan yang berlangsung sebelumnya. Pemerintaha berusaha melakukan program pembangunan yang bersifat bottom – up dengan melakukan pendekatan berupa pembangunan dalam bidang fisik yang diselaraskan dengan pembangunan sosial. Memang kedua program pembangunan tersebut masih belum terlaksana secara menyeluruh tapi setidaknya arah dan tujuan pembangunan sudah menyasar masyarakat kecil dengan berbagai program yang bersifat dari bawah ke atas. Program pembangunan seiyogyanya juga harus mempunyai tujuan luhur untuk memperbaiki bidang bidang yang pro rakyat kecil antara lain tentang distribusi kemakmuran dan rakyat mendapatkan akses terhadap pekerjaan, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Semoga program pembangunan yang diterapkan dalam pemerintahan Presiden Jokowi selalu konsisten dan berjalan dalam jalur yang semestinya sehingga manfaat pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat khususnya masyarakat bawah yang selama ini hanya menjadi obyek pembangunan dan hanya menikmati tetesan manfaat dari pembangunan dan tidak menjadi msyarakat yang terpinggirkan akibat dari arah program pembangunan yang kurang tepat.

0 komentar:

Posting Komentar