Wikipedia

Hasil penelusuran

Senin, 27 April 2015

KAA Dan Radikalisme


“Conflict comes not from variety of skins, nor from variety of religion, but from variety of desires."
Petikan kalimat diatas merupakan petikan sebuah pidato luar biasa yang dibawakan Bung Karno dalam pembukaan Konferensi Asia – Afrika pertama 60 Tahun silam. Walaupun sudah disampaikan 60 tahun yang lalu, namun makna dari petikan pidato tersebut masih sangat relevan dengan kehidupan dunia saat ini. 60 tahun yang lalu saat Bung Karno membawakan pidato tersebut, sebagian besar Negara Asia dan Afrika masih dihadapkan dengan musuh yang telah menggerogoti Bangsanya selama ratusan tahun yaitu kolonialisme. Namun sekarang, setelah “musuh bersama” tersebut berhasil dikalahkan, sebagian besar Negara Asia dan Afrika dihadapkan oleh sebuah musuh baru yang jauh lebih serius dan lebih berbahaya yaitu radikalisme. Radikalisme yang mungkin 60 tahun silam belum dianggap sebuah hal yang berbahaya, namun sekarang sudah menjelma menjadi sebuah monster yang siap menghacurkan sebuah bangsa. Saat ini Negara – Negara di Asia dan Afrika terlihat seperti lahan yang sangat subru untuk berkembangnya kelompok – kelompok radikalisme. Hampir semua Negara peserta KAA tahun ini menjadi korban dari kekejaman radikalisme, Boko Haram dan Ansaru di Nigeria, Anshar Al Sharia di tunisia, Al Qaeda di Pakistan dan Afghanistan, Al Shabaab di Somalia dan yang paling menarik banyak perhatian adalah berkembangnya Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Bahkan di beberapa Negara, berbagai macam kelompok – kelompok radikal tersebut sudah berhasil membuat kekacauan dan kerugian yang sangat luar biasa. Bagitu luas daya rusaknya sebuah gerakan radikalisme di berbagai Negara saat ini menjadikan isu ini sangat penting untuk segera dicarikan sebuah solusi jangka panjang dan permanen untuk menanggulangi dan menghentikan segala bentuk radikalisme yang terjadi saat ini.
Radikalisme saat ini bergerak seperti halnya arus globalisasi yang terjadi saat ini. Radikalisme saat ini tidak hanya berdampak pada Negara dimana mereka lahir namun sudah menembus sekat – sekat antar Negara bahkan Benua. Untuk memperkuat eksistensi mereka, gerakan radikalisme terus berusaha melebarkan sayap mereka ke berbagai penjuru Dunia. Mereka berusaha mencari dukungan baik berupa dukungan materi maupun anggota dari berbagai penjuru Dunia dengan memanfaatkan kemajuan teknologi serta kemajuan transportasi yang semakin mutakhir. Contoh nyata adalah pola pergerakan NIIS yang menggunakan kemajuan teknologi untuk menyebar luaskan ajaran mereka ke seantero Dunia dan mereka berhasil menarik perhatian orang – orang untuk bergabung dengan gerakan tersebut tak terkecuali Indonesia. Apakah gerakan-gerakan tersebut murni karena faktor kepercayaan (agama) yang berbeda? tentu jawabannya tidak sesederhana itu. Jika dilihat dari contoh tindakan yang mereka lakukan selama ini, ambil contoh NIIS, tindakan – tindakan mereka selama ini sangat jauh dari nilai – nilai keislaman yang sesungguhnya. Cendekiawan islam dari berbagai penjuru Dunia sepakat untuk menyatakan pendapat   bahwa NIIS sangat jauh dari nilai – nilai islam yang sesungguhnya.
Melihat begitu luasnya dampak dan perkembangan dari gerakan – gerakan radikalisme tersebut, maka masalah tersebut tidak akan pernah berhasil jika suatu Negara melakukan tindakan penanggulangan dan pencegahan tanpa melibatkan Negara lain. Dalam penanganan masalah ini, kerjasama antar Negara merupakan sebuah keniscayaan karena pergerakan mereka sudah menembus sekat – sekat antara Negara di Dunia. Konferensi Asia – Afrika yang berlangsung saat ini merupakan momentum yang sangat tepat untuk mencari solusi dari permasalahan radikalisme tersebut. Konsensus antar Negara – Negara Asia dan Afrika sangat dibutuhkan dalam mencari solusi jangka panjang dari permasalahan tersebut. Semangat KAA pertama 60 tahun yang lalu dapat dijadikan sumber inspirasi bersama. 60 tahun lalu ketika mayoritas Negara – Negara Asia dan Afrika juga dihadapkan dengan keadaan yang hampir sama yaitu dihadapkan dengan keharusan untuk memerangi musuh bersama yaitu kolonialisme, pada KAA tahun ini dengan keadaan yang hampir sama mayoritas Negara – Negara Asia dan Afrika juga sedang dihadapkan oleh musuh bersama yang tidak kalah berbahayanya dengan kolonialisme yaitu radikalisme. Indonesia sebagai tuan ruma KAA serta sebagai sebuah Negara dengan populasi muslim terbesar di Dunia mempunyai peran sentral dalam penanganan isu ini. Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar sampai detik ini dianggap cukup mampu menanggulangi dampak dari kelompok – kelompok radikalisme saat ini. Indonesia dengan islam “keindonesiannya” mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Penananamn nilai – nilai kearifan lokal membuat islam di indonesia menjadi lebih toleran dan moderat masih merupakan cara yang sangat ampuh untuk menangkal kelompok – kelompok radikal tersebut. Indonesia saya rasa sudah sangat pantas untuk menjadi roda penggerak Negara – Negara Asia Afrika dalam penanganan isu radikalisme saat ini.
Petikan pidato Bung Karno yang saya kutip di depan tadi sekali lagi masih sangat relevan jika diterapkan pada keadaan Negara – Negara Asia dan Afrika saat ini. Jika 60 tahun yang lalu Bung Karno mampu membakar semangat peserta KAA untuk lepas dari belenggu kolonialisme, Indonesia saat ini juga harus mampu membakar semangat Negara – Negara Asia Afrika untuk bergerak bersama menangkal gerakan – gerakan radikalisme. Sekali lagi, Indonesia sebagi tuan rumah KAA saat ini harus mampu menjadi inspirasi untuk Negara – Negara Asia dan Afrika pada khususnya. Spirit KAA pertama 60 tahun yang lalu harus benar – benar di resapi. Dengan KAA tahun 2015 ini semoga mampu melahirkan sebuah solusi jangka panjang tentang berbagai permasalahan bangsa Asia dan Afrika khususnya mengenai radikalisme.




0 komentar:

Posting Komentar