“Conflict
comes not from variety of skins, nor from variety of religion, but from variety
of desires."
Petikan kalimat diatas merupakan
petikan sebuah pidato luar biasa yang dibawakan Bung Karno dalam pembukaan
Konferensi Asia – Afrika pertama 60 Tahun silam. Walaupun sudah disampaikan 60
tahun yang lalu, namun makna dari petikan pidato tersebut masih sangat relevan
dengan kehidupan dunia saat ini. 60 tahun yang lalu saat Bung Karno membawakan
pidato tersebut, sebagian besar Negara Asia dan Afrika masih dihadapkan dengan
musuh yang telah menggerogoti Bangsanya selama ratusan tahun yaitu
kolonialisme. Namun sekarang, setelah “musuh bersama” tersebut berhasil
dikalahkan, sebagian besar Negara Asia dan Afrika dihadapkan oleh sebuah musuh
baru yang jauh lebih serius dan lebih berbahaya yaitu radikalisme. Radikalisme
yang mungkin 60 tahun silam belum dianggap sebuah hal yang berbahaya, namun
sekarang sudah menjelma menjadi sebuah monster yang siap menghacurkan sebuah
bangsa. Saat ini Negara – Negara di Asia dan Afrika terlihat seperti lahan yang
sangat subru untuk berkembangnya kelompok – kelompok radikalisme. Hampir semua
Negara peserta KAA tahun ini menjadi korban dari kekejaman radikalisme, Boko
Haram dan Ansaru di Nigeria, Anshar Al Sharia di tunisia, Al Qaeda di Pakistan
dan Afghanistan, Al Shabaab di Somalia dan yang paling menarik banyak perhatian
adalah berkembangnya Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Bahkan di beberapa
Negara, berbagai macam kelompok – kelompok radikal tersebut sudah berhasil
membuat kekacauan dan kerugian yang sangat luar biasa. Bagitu luas daya
rusaknya sebuah gerakan radikalisme di berbagai Negara saat ini menjadikan isu
ini sangat penting untuk segera dicarikan sebuah solusi jangka panjang dan
permanen untuk menanggulangi dan menghentikan segala bentuk radikalisme yang
terjadi saat ini.
Radikalisme saat ini bergerak
seperti halnya arus globalisasi yang terjadi saat ini. Radikalisme saat ini
tidak hanya berdampak pada Negara dimana mereka lahir namun sudah menembus
sekat – sekat antar Negara bahkan Benua. Untuk memperkuat eksistensi mereka,
gerakan radikalisme terus berusaha melebarkan sayap mereka ke berbagai penjuru
Dunia. Mereka berusaha mencari dukungan baik berupa dukungan materi maupun
anggota dari berbagai penjuru Dunia dengan memanfaatkan kemajuan teknologi
serta kemajuan transportasi yang semakin mutakhir. Contoh nyata adalah pola
pergerakan NIIS yang menggunakan kemajuan teknologi untuk menyebar luaskan
ajaran mereka ke seantero Dunia dan mereka berhasil menarik perhatian orang –
orang untuk bergabung dengan gerakan tersebut tak terkecuali Indonesia. Apakah
gerakan-gerakan tersebut murni karena faktor kepercayaan (agama) yang berbeda?
tentu jawabannya tidak sesederhana itu. Jika dilihat dari contoh tindakan yang
mereka lakukan selama ini, ambil contoh NIIS, tindakan – tindakan mereka selama
ini sangat jauh dari nilai – nilai keislaman yang sesungguhnya. Cendekiawan
islam dari berbagai penjuru Dunia sepakat untuk menyatakan pendapat bahwa
NIIS sangat jauh dari nilai – nilai islam yang sesungguhnya.
Melihat begitu luasnya dampak dan
perkembangan dari gerakan – gerakan radikalisme tersebut, maka masalah tersebut
tidak akan pernah berhasil jika suatu Negara melakukan tindakan penanggulangan
dan pencegahan tanpa melibatkan Negara lain. Dalam penanganan masalah ini,
kerjasama antar Negara merupakan sebuah keniscayaan karena pergerakan mereka
sudah menembus sekat – sekat antara Negara di Dunia. Konferensi Asia – Afrika
yang berlangsung saat ini merupakan momentum yang sangat tepat untuk mencari
solusi dari permasalahan radikalisme tersebut. Konsensus antar Negara – Negara
Asia dan Afrika sangat dibutuhkan dalam mencari solusi jangka panjang dari
permasalahan tersebut. Semangat KAA pertama 60 tahun yang lalu dapat dijadikan
sumber inspirasi bersama. 60 tahun lalu ketika mayoritas Negara – Negara Asia
dan Afrika juga dihadapkan dengan keadaan yang hampir sama yaitu dihadapkan
dengan keharusan untuk memerangi musuh bersama yaitu kolonialisme, pada KAA
tahun ini dengan keadaan yang hampir sama mayoritas Negara – Negara Asia dan
Afrika juga sedang dihadapkan oleh musuh bersama yang tidak kalah berbahayanya
dengan kolonialisme yaitu radikalisme. Indonesia sebagai tuan ruma KAA serta
sebagai sebuah Negara dengan populasi muslim terbesar di Dunia mempunyai peran
sentral dalam penanganan isu ini. Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar
sampai detik ini dianggap cukup mampu menanggulangi dampak dari kelompok –
kelompok radikalisme saat ini. Indonesia dengan islam “keindonesiannya”
mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Penananamn nilai – nilai kearifan
lokal membuat islam di indonesia menjadi lebih toleran dan moderat masih
merupakan cara yang sangat ampuh untuk menangkal kelompok – kelompok radikal
tersebut. Indonesia saya rasa sudah sangat pantas untuk menjadi roda penggerak
Negara – Negara Asia Afrika dalam penanganan isu radikalisme saat ini.
Petikan pidato Bung Karno yang
saya kutip di depan tadi sekali lagi masih sangat relevan jika diterapkan pada
keadaan Negara – Negara Asia dan Afrika saat ini. Jika 60 tahun yang lalu Bung
Karno mampu membakar semangat peserta KAA untuk lepas dari belenggu
kolonialisme, Indonesia saat ini juga harus mampu membakar semangat Negara –
Negara Asia Afrika untuk bergerak bersama menangkal gerakan – gerakan
radikalisme. Sekali lagi, Indonesia sebagi tuan rumah KAA saat ini harus mampu
menjadi inspirasi untuk Negara – Negara Asia dan Afrika pada khususnya. Spirit
KAA pertama 60 tahun yang lalu harus benar – benar di resapi. Dengan KAA tahun
2015 ini semoga mampu melahirkan sebuah solusi jangka panjang tentang berbagai
permasalahan bangsa Asia dan Afrika khususnya mengenai radikalisme.
0 komentar:
Posting Komentar