Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 08 Mei 2015

Hilangnya UN, Hilangnya Semangat Belajar...

Ujian Nasional seperti kita ketahui pada tahun ini sudah tidak menentukan kelulusan siswa. Bagi kalangan yang pro ujian nasional mungkin akan mengecewakan, namun bagi kalangan yang kontra justru merupakan suatu hal yang sangat membahagiakan. Namun sayangnya, hilangnya fungsi UN sebagai penentu kelulusan juga dibarengi dengan hilangnya minat belajar siswa. Apakah hal itu wajar? Apakah sebagian besar siswa kita saat ini belajar jika hanya ada ujian? Menanggapi masalah tersebut saya melihat terjadinya fenomena hilangnya semangat belajar siswa tersebut dikarenakan sebagian besar siswa kita selama ini dididik dengan menggunakan model behavioristik. Tipe behavioristik dalam teori belajar dikenal sebagai sebuah perubahan yang dialami oleh siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Teori belajar ini juga berasumsi bahwa manusia (siswa) dipandang sebagai organisme yang pasif. Prilaku manusia dikuasai oleh stimulus yang ada  di lingkungannya. Oleh karena itu perilaku manusia dapat dikontrol/ dikendalikan melalui pemanipulasian lingkungan. Guru dengan tipe seperti ini akan mempunyai tingkah laku cenderung teacher centered, lebih mementingkan hasil dan mendewakan stimulus untuk mendapatkan suatu respon. Penerapan teori belajar ini terlalu lama akan membuat siswa cenderung pasif dan siswa akan terbiasa harus mendapatkan stimulus dahulu untuk bereaksi terhadap sesuatu hal. Dampaknya adalah karena terbiasa mendapatkan stimulus untuk melakukan sesuatu, maka ketika stimulus tersebut dihilangkan maka respon siswa juga tidak akan muncul. Dalam hal ini stimulus bisa berupa UN, tugas, ulangan, PR dsb sedangkan responnya berupa kegiatan belajar siswa. Ketika UN (stimulus) dihilangkan maka secara otomatis semangat belajar (respon) siswa juga akan hilang. Hal itu merupakan akibat dari penerapan teori belajar tersebut terlalu lama. Siswa menjadi terbiasa belajar hanya jika ada tekanan dan berakibat kesadaran mandiri siswa tidak terbangun dengan baik.
Mengapa siswa kita sekarang kebanyakan didik dengan cara behavioristik seperti itu? Ada dua sebab yang menjadikan siswa kita terlalu lama menjalani proses pembelajaran dengan tipe bwhavioristik seperti itu. Pertama berasal dari guru itu sendiri. Tidak bisa kita pungkiri mayoritas guru sekarang masih menggunakan cara – cara behavioristik dalam pembelajaran. Masih banyak guru yang cenderung otoriter di dalam kelas, menganggap siswa sebagai pembelajara pasif, melihat hasil belajar dari sesuatu yang bisa diamati (nilai), memberikan berbagai tugas atau PR agas siswa terus belajar,  tidak memberikan kesempatan siswa untuk mencari informasi seluas – luasnya, dan cenderung mendewakan hasil daripada prosesnya. Guru seperti ini praktis akan membuat siswa terbiasa belajar hanya karena tugas dan PR dari guru mereka. Kesadaran siswa tentang makna belajar yang sesungguhnya tidak akan terbentuk. Akibatnya siswa akan lebih mengutamakan hasil daripada proses yang dijalani. Kedua karena sistem pendidikan di Indonesia. Selama beberapa tahun UN merupakan instrumen kelulusan yang membuat siswa menjadi ketakutan dalam menghadapi ujian tersebut. Bukan hanya siswa, orang tua, guru, kepala sekolah, bupati dan menteri pendidikan pun dibuat takut dengan UN. Begitu hebatnya peran UN selama ini sehingga membuat guru di kelas mau tidak mau akan mendidik siswanya untuk bisa mengerjakan soal UN pada waktu ujian. Karena sistem tersebut, guru – guru yang sebenarnya kreatif dan innovatif mau tidak mau akan menggunakan cara – cara behavioristik dalam mendidik siswanya untuk mempersiapkan UN yang akan mereka hadapi. Cara latihan soal tahun lalu dan cara mengerjakan soal secepat – cepatnya dengan sedikit mengesampingkan prosesnya merupakan cara yang dipandang paling ampuh untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi UN. Bahkan yang paling ekstrim ada sekolah yang secara sengaja bertindak curang hanya untuk membuat siswa di sekolah mereka 100% lulus.
Masalah tersebut apabila dibiarkan akan sangat berbahaya terutama bagi perkembangan psikologis siswa. Pengangan secara simultan sangat penting untuk segeraq dilakukan. Pembentukan karakter guru mutlak diperlukan. Penyiapan tenaga pendidik yang benar – benar profesional dan sesuai dengan perkembangan zaman harus dipersiapkan sejak dini. Untuk membentuk karakter guru yang baik, penyiapan sejak dari calon guru juga harus dilakukan. Guru sebagai pendidik harus benar – benar dapat berperan sebagai pendidik yang sesungguhnya. Guru harus mampu mengembankan bakat dan minat peserta didik tanpa harus memasung kreativitas mereka. Memanusiakan dan terus memumpuk semangat siswa dalam belajar sangat penting agar dalam diri dalam siswa tumbuh kesadaran yang mendalam bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan yang harus dilakukan. Jika hal itu telah dilakukan maka siswa akan secara sadar belajar secara mandiri tidak peduli apakah ada stimulus (UN, PR, tugas, dsb) atau tidak. Selanjutnya adalah pembenahan sistem yang ada, UN selama beberapa tahun berhasil merubah pola pandang sebagian besar insan pendidikan. Banyak yang melihat hanya UN lah yang berhak menetukan lulus atau tidaknya seorang siswa. dengan begitu sakralnya UN membuat perubahan pola fikir pada sebagian insan pendidikan di Indonesia. Seolah – olah hanya UN lah yang layak untuk dipersiapkan secara matang, dan akhirnya membuat siswa belajar hanya karena UN bukan karena kesadaran mandiri dari dalam diri siswa. Dengan perubahan kebijakan dan sitem baru ini diharapkan mampu mengambalikan fitroh belajar yang sesungguhnya. UN yang tidak menentukan kembali kelulusan siswa akan membuka belenggu kebebasan siswa dalam menghayati dan menyadari secara mendalam makna dari sebuah belajar.
Semoga sistem baru ini akan membuat wajah pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, dan mampu melahirkan anak – anak bangsa yang terbebaskan dan mempunyai kesadaran penuh akan makna dan esensi sebuah pembelajaran.


0 komentar:

Posting Komentar